BOGOR. Jurnalaksara.com, – Pada bulan Juni setiap tahun bertepatan dengan Hari Jadi Bogor, Istana Bogor dibuka untuk umum. Tradisi ini sudah berlangsung lebih dari dua puluh tahun, namun karena pandemi Covid 19, tradisi yang kemudian dikenal dengan sebutan Istana open itu, untuk sementara waktu ditiadakan. Selain kemegahan bangunan dan ruang, pengunjung boleh merenungi misteri tentang penggalan sejarah yang merubah peta politik negeri tercinta juga mengguncang dunia, ditentukan di Istana ini.
Bangunan seluas 1,5 hektar ini tampak megah dan kokoh. Jika kita mengunjungi bangunan bersejarah ini dimulai dari gedung sayap kiri melewati ruang kerja, ruang makan, perpustakaan, ruang tidur sampai ruang pertemuan yang disebut ruang teratai. Disebut demikian, karena di ruang itu terdapat lukisan bunga teratai.
Ada beberapa ruangan tertentu yang tidak bisa dimasuki pengunjung. Padahal, di ruang-ruang tersebut banyak dihiasi lukisan, kebanyakan lukisan wanita dan beberapa di antaranya sangat vulgar. “Jangan dianggap porno, karena ini sebuah karya seni yang dibuat lebih dari satu abad lampau,” ujar para pemerhati seni lukis. Seperti lukisan indah yang berjudul ‘Pesta Anggur’ yang berada di dekat ruang makan dibuat pada tahun 1881.
Presiden Soekarno yang lama menghuni Istana Bogor, memang gemar karya seni. Selain lukisan, di dalam istana juga terdapat koleksi guci, piring porselen dan patung. Untuk koleksi guci selain buatan Singkawang, ada juga yang dari Dinasti Ming abad 14. Ada pula lampu kristal yang menghiasi ruang-ruang utama, lampu ini konon katanya dibeli dari Cekoslovakia, beratnya ada yang mencapai 500 kg.
Istana Bogor mulai dipakai secara resmi sebagai istana kepresidenan dimualai tahun 1950. Sebelumnya bangunan yang berdiri di tanah seluas 28,8 hektar ini difungsikan sebagai tempat tinggal Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Adalah Gubernur Jenderal Gustaaf Wiliem Baron van Imhoff yang menemukan lokasi ini. Sebuah catatan menyebutkan, pada 10 Agustus 1744. Baron Van Imhoff melakukan inspeksi ke selatan Batavia dan kemudian menemukan tempat yang dianggap strategis dan cocok untuk beristirahat yakni Bogor. Lokasi ini menurut catatan sejarah Bogor adalah sebuah lahan kawasan Samida (Hutan Larangan) asset peninggalan Kerajaan Pajajaran.
Serangkaian peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah bangsa ini merdeka laksana kisah Mahabharata, di mana menyematkan segala lakon baik maupun lakon jahat.
Berkenaan dengan sejarah, seperti yang diucapkan oleh Sang Proklamator Ir Soekarno agar sekiranya sebagai generasi bangsa, haram untuk sekali-kali melupakan sejarah atau yang mungkin lebih dikenal dengan istilah “Jas Merah”. Ironisnya, rangkaian peristiwa bersejarah itu seolah menjadi saksi bisu yang tersembunyi di dalam sebuah catatan rahasia para penguasa yang tak ternilai harganya, seperti peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Istana Bogor menjadi saksi bisu dramatisnya sejarah sebuah perpindahan kekuasaan. Presiden Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret atau yang dikenal dengan Supersemar, yang kemudian menjadi titik balik berkuasanya Mayor Jenderal Soeharto menggantikan Sang Proklamator. Tidak ada yang tahu pasti apakah Soekarno menandatangani ‘surat sakti’ tersebut atau tidak, sejarah hanya mencatat Soekarno dilarikan ke Bogor setelah Sidang Kabinet 11 Maret 1966 di Jakarta.
Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret mengubah sejarah Indonesia untuk selamanya. Surat itu berisi perintah dari Presiden Soekarno untuk Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Angkatan Darat. Isinya pemberian wewenang untuk memulihkan keamanan dan ketertiban setelah peristiwa G30S PKI.

Secarik surat perintah itulah yang mengubah peta politik di Indonesia secara drastis. Atas wewenang yang diberikan, Letnan Jenderal Soeharto langsung mengambil alih komando. Dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkapi orang-orang yang dicurigai terlibat gerakan 30 September. Termasuk para menteri yang loyal pada Presiden Soeharto.
Surat susulan dari Presiden Soekarno yang memprotes pembubaran parpol tak digubris Soeharto. Dia terus bergerak, termasuk membubarkan Resimen Tjakrabirawa. Satuan elite pengawal Presiden Soekarno. Setelah Supersemar diteken, kekuasaan Soekarno meredup dan sebaliknya Soeharto menjadi orang paling berkuasa di Indonesia.
Supersemar terjadi pada 11 Maret 1966, dimana tiga orang Jenderal utusan Letnan Jenderal Soeharto menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor. Mereka itu adalah Brigadir Jenderal M Jusuf, Brigadir Jenderal Amirmachmud dan Brigadir Jenderal Basuki Rahmat.
Banyak versi beredar soal bagaimana situasi di Istana Bogor saat Soekarno menyambut tiga jenderal itu. Ada yang mengatakan Soekarno ditodong pistol. Ada juga yang menyampaikan Soekarno secara sukarela membuat surat perintah untuk Letnan Jenderal Soeharto.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) memiliki tiga versi Supersemar yang berbeda. dari ketiganya, tak satu pun yang diyakini 100 persen asli. Selama ini yang dipercaya sebagai kebenaran adalah versi Angkatan Darat. Tapi itu pun diyakini bukanlah naskah asli yang diserahkan Soekarno pada Soeharto. ANRI telah menghabiskan waktu belasan tahun untuk mencari keberadaan surat tersebut. Namun masih nihil. (dari berbagai sumber)