BOGOR. Jurnalaksara.com, – Mengutip laman Cagar Budaya Kemdikbud, menurut UU Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan alias tangible atau konkrit. Dengan kata lain, cagar budaya bisa dilihat dan raba dengan indra serta memiliki massa dan dimensi yang nyata. Masih berdasarkan undang-undang, cagar budaya terbagi ke dalam lima kategori, yakni benda, struktur, bangunan, situs, dan kawasan.
Selain itu, cagar budaya juga perlu memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Penentuan nilainya sendiri didasarkan pada kajian mendalam oleh tim ahli cagar budaya dan dibantu lembaga terkait kebudayaan.
Berdasarkan undang-undang di atas, tim ahli cagar budaya Kota Bogor, telah menetapkan sejumlah benda cagar budaya yang ada di Kota Bogor, “Prasasti Batu Tulis” salah satunya terletak di Jalan Batu Tulis No.54, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Prasasti Batu Tulis merupakan cagar budaya Bogor peninggalan Kerajaan Pajajaran. Prasasti ini berupa bongkahan batu andesit besar berwarna abu-abu kehitaman dan berbentuk segitiga. Tulisan berhuruf Jawa dan Sunda kuno tergores di atasnya.
Berdasarkan keterangan pada batu, prasasti dibuat pada tahun 1533 M (1455 Saka) oleh Raja Surawisesa yang memerintah selama 14 tahun (1521-1535). Raja Surawisesa sendiri adalah anak dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) yang ingin mengenang jasa dan kebesaran sang ayah.
Keberadaan prasasti ini pun menjadi sakakala atau peringatan 12 tahun meninggalnya Prabu Siliwangi yang berkuasa selama 39 tahun sejak 1482-1521 M (1404-1443 Saka). Kala itu, agama Hindu mengenal upacara Srada yang berlangsung 12 tahun selepas kematian seseorang sebagai penyempurnaan sukma. Melalui Prasasti Batu Tulis inilah, Raja Surawisesa mengungkapkan kesedihannya karena tidak mampu mempertahankan wilayah kerajaan Sunda sesuai dengan amanat sang ayah. Pasalnya, satu per satu wilayah warisan Prabu Siliwangi jatuh ke tangan Kerajaan Islam. Selain prasasti, kompleks ini juga menyimpan koleksi bersejarah lainnya dengan total 15 batu, termasuk Prasasti Batu Tulis.

Berikut adalah isi tulisan di Prasasti Batu Tulis
Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
pun ya nu nyusuk na pakwan
diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi.
Berikut terjemahannya
Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,
dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka “Panca Pandawa Mengemban Bumi”.
*** Lokasi yang dimaksud Hutan Samida, diyakini saat ini menjadi Kebun Raya Bogor. Sedangkan Sangkala, dalam prasasti berarti angka 5541. Atau bila dibalik menjadi 1455 Saka (1533 Masehi).
(Sam Tanara/dari berbagai sumber)