Qurban atau Kurban, Ini Penulisan yang Benar Menurut KBBI dan Syariat

BOGOR. Jurnalaksara.com, Setiap memasuki bulan Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia mulai bersiap untuk melaksanakan ibadah qurban atau kurban. Namun, sering kali muncul pertanyaan sederhana namun penting: qurban atau kurban, mana penulisan yang benar? Dalam praktik sehari-hari, kedua istilah ini digunakan secara bergantian, baik dalam media massa, buku agama, maupun percakapan masyarakat. Artikel ini akan membahas secara mendalam penggunaan kata qurban atau kurban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan perspektif syariat Islam.

Tidak hanya sebatas soal penulisan, pembahasan ini juga akan menyentuh makna filosofis, hukum syariat, serta nilai spiritual dari ibadah qurban atau kurban. Penjelasan yang komprehensif ini diharapkan membantu umat Islam memahami lebih baik hakikat pengorbanan dalam Islam dan bagaimana menuliskannya secara benar dan sesuai konteks.

Penulisan Kata Qurban atau Kurban Menurut KBBI

Pertama-tama, penting untuk mengetahui bagaimana bahasa Indonesia yang baku menuliskan kata qurban atau kurban. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penulisan yang benar adalah kurban. Dalam entri KBBI Daring, kata “kurban” didefinisikan sebagai “persembahan kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam pada hari raya Idul Adha”. Sedangkan kata “qurban” tidak ditemukan dalam KBBI, yang berarti kata tersebut tidak dianggap sebagai bentuk baku dalam bahasa Indonesia.

Namun, meskipun secara ejaan KBBI memilih “kurban”, istilah qurban atau kurban tetap sering digunakan secara bersamaan oleh masyarakat Muslim karena pengaruh transliterasi dari bahasa Arab. Kata “qurban” berasal dari bahasa Arab yang berarti mendekatkan diri, yang menjadi dasar ibadah qurban sebagai bentuk taqarrub ilallah (pendekatan diri kepada Allah SWT).

Dengan demikian, secara bahasa Indonesia yang benar, penulisan yang sesuai KBBI adalah kurban, tetapi dalam konteks religius atau Arabisasi istilah, qurban atau kurban keduanya masih bisa dipahami.

Qurban atau Kurban dalam Perspektif Syariat Islam

Dalam Islam, istilah qurban atau kurban memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai bagian dari ibadah mahdhah. Ibadah ini disyariatkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits, di antaranya adalah firman Allah dalam surat Al-Kautsar ayat 2:

“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat ini adalah perintah kepada Nabi Muhammad SAW untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah salat dan penyembelihan hewan qurban atau kurban. Penjelasan ini menegaskan bahwa ibadah kurban merupakan bagian dari ajaran yang sangat utama.

Lebih lanjut, dalam hadits riwayat Tirmidzi disebutkan:

“Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan kurban.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini memperkuat bahwa qurban atau kurban adalah bentuk nyata dari ketakwaan dan pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya. Maka, meskipun terdapat variasi dalam penulisan, esensinya tetap pada kepatuhan terhadap perintah Allah.

Kenapa Qurban atau Kurban Sering Digunakan Secara Bergantian?

Salah satu penyebab penggunaan qurban atau kurban secara bergantian adalah adanya perbedaan antara bahasa tulis Arab dan ejaan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab, istilah yang digunakan adalah “Qurban”, sedangkan dalam transliterasi Indonesia modern, penggunaan huruf “q” sering diubah menjadi “k” untuk mempermudah pelafalan dan sesuai dengan kaidah EYD (Ejaan yang Disempurnakan).

Banyak institusi Islam, pesantren, bahkan ormas Islam seperti Muhammadiyah atau NU, juga terkadang menuliskan qurban atau kurban sesuai dengan konteks audiens mereka. Jika dalam setting keagamaan atau literasi Arab, mereka lebih cenderung menggunakan “qurban”, tetapi dalam konteks penulisan populer dan edukatif nasional, “kurban” lebih disukai karena sesuai KBBI.

Meski begitu, umat Islam tidak perlu bingung karena makna qurban atau kurban tetap merujuk pada praktik yang sama, yaitu menyembelih hewan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Makna Filosofis di Balik Ibadah Qurban atau Kurban

Selain aspek bahasa dan syariat, penting pula memahami makna filosofis dari qurban atau kurban. Ibadah ini bukan semata-mata menyembelih hewan, melainkan bentuk pengorbanan, keikhlasan, dan ketundukan kepada kehendak Allah. Ia mengingatkan kita pada kisah Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS yang rela mengorbankan apapun demi perintah Allah.

Setiap Muslim yang melaksanakan qurban atau kurban seharusnya juga menghayati bahwa yang Allah nilai bukanlah daging dan darahnya, tetapi ketakwaan:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya…” (QS. Al-Hajj: 37)

Dari ayat ini kita memahami bahwa tujuan utama dari qurban atau kurban adalah menyucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Nilai-nilai spiritual ini harus menjadi dasar dalam melaksanakan ibadah kurban, bukan hanya sebagai tradisi tahunan semata.

Qurban atau Kurban, Esensinya Tetap Sama

Sebagai kesimpulan, baik qurban atau kurban, keduanya merujuk pada ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Menurut KBBI, penulisan yang benar adalah kurban, namun dalam konteks religius dan bahasa Arab, “qurban” masih lazim digunakan. Yang terpenting adalah memahami dan melaksanakan esensi ibadah ini dengan penuh keikhlasan, semangat pengorbanan, dan niat karena Allah semata.

Ibadah qurban atau kurban bukan hanya seremonial tahunan, melainkan perwujudan dari tauhid dan cinta kepada Allah SWT. Oleh karena itu, mari kita menyambut datangnya Idul Adha dengan semangat berbagi dan ketakwaan yang tinggi. (Pedoman Ummat/dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *