Mengapa Kita Harus Mendirikan Sholat

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. “ (Al-Baqarah : 110)

Banyak di antara kita, baik yang muda atau pun yang sudah tua, tidak tahu esensi shalat. Meski perintah sholat ini sudah ada sejak belasan abad silam. Sebagian dari kita hanya tahu bahwa shalat itu “wajib” titik. Tanpa pernah tahu atau bahkan mencari informasi tentang hakikat shalat. Betulkah sholat itu “wajib”, padahal Firman Allah dalam Al-Qur’an jelas-jelas memerintahkan “dirikanlah Sholat”….

Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) subuh. Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS.al Isra’(17):78)

Semua muslim sejati pasti mengimani bahwa sholat itu merupakan suatu kewajiban (baca keharusan mutlak). Pertanyaan mendasar yang mungkin kita lontarkan baik sengaja atau tidak adalah “untuk apa kita sholat?”. Sholat yang merupakan tiang agama bagi umat Islam termasuk kedalam bagian dari Ibadah.

Ibadah itu sendiri merupakan realisasi kecintaan seorang muslim terhadap apa yang mereka imani yakni Allah SWT. Melalui ibadah kita memuji, berkeluh kesah dan mendekatkan diri kepada yang kita percaya, sehingga tercipta hubungan batin antara Sang Pencipta yaitu Allah SWT dengan makhluk yang dicipta yakni manusia. Jadi pertanyaan “untuk apa kita sholat?” hal itu terjawab sudah mengapa kita harus mendirikan sholat.

Ada sebuah cerita yang cukup menggelitik terkait dengan kewajiban sholat.  Adalah Mang Jamllikun, pedagang kue keliling. Dia memiliki seorang anak laki-laki yang tekun mondok di pesantren cukup terkenal di Banten.

Suatu hari Jamlikun gusar bukan kepalang begitu menerima surat dari anaknya.  Sebab, isi surat itu tidak seperti biasanya yang hanya mengabari bahwa anaknya sehat wal afiat dan minta dikirim bekal. Tapi kali ini Jamlikun mendapat pesan yang sangat khusus dari anaknya.

Isi surat itu antara lain mengabarkan, bahwa jangan sekali-kali keluarganya meninggalkan sholat, sebab sholat itu bukan sekedar menggugurkan kewajiban, malainkan keharusan yang mutlak tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun, tidak mampu berdiri boleh duduk, tidak mampu duduk boleh berbaring dan jika tidak sanggup berbaring cukup berkedip,  sebagaimana Firman  Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Sabda Rasulullah SAW dalam Hadits.  Oleh karena itu, jangan sekali-kali  keluarganya  meninggalkan Sholat dalam kondisi apapun, kecuali khusus bagi wanita yang sedang  haid atau nipas dan orang yang kehilangan kesadaran  atau orang gila.

Tanpa pikir panjang, Jamlikun langsung menyerahkan surat tersebut kepada salah seorang guru ngaji dikampungnya. Sebab ia  khawatir anaknya terseret pada satu aliran  yang kini banyak bermunculan.

“Pa ustazd, saya bingung harus bagaimana,  tolong anak saya ‘kok’  jadi begini,” pinta Jamlikun pada sang ustazd.

Sambil menerima surat sang ustazd mengatakan, “Tenang Jamlikun, anakmu memang cerdas, biarkan dia mesantren sampai tuntas, mudah-mudahan kelak  menjadi orang yang berguna bagi umat,” ujar sang ustad kalem.

Memang benar, tambah sang Ustadz, di dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk mendirikan sholat (aqiimu sholat). Begitu pula dalam seruan iqomah sebelum sholat, selalu diserukan “qodqoomati sholat” yang artinya dirikanlah sholat.

Coba kita telaah, kata sang Ustazd, di dalam Alquran perintah dari Allah tentang hal ini adalah “Dirikanlah atau tegakkanlah sholat” bukan “kerjakanlah shalat”. Sepertinya kita perlu menelaah tentang perbedaan kedua kata ini, mendirikan atau menegakkan beda halnya dengan mengerjakan. Kalau mengerjakan bisa jadi hanya sekedar melakukan shalat sesuai apa yang diperintahkan saja, tanpa memahami kaidah dan perintah pelaksanaan sholat tersebut, tidak memaknai sholat yang setiap kali dilakukan. Dengan kata lain, orang yang sekedar mengerjakan sholat ini hanya sekedar menggugurkan kewajibannya saja. Sedangkan orang-orang yang menegakan sholat, dia tidak hanya sekedar mengerjakan sholatnya, tetapi juga dia memahami bahwa sholatnya itu adalah sebagai sarana komunikasi dengan Allah, dan memaknai sholatnya tidak hanya ketika dia sholat saja, tapi sholatnya itu tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

Sebagaimana firman Allah SWT  dalam Al-Qur’an.

“Dirikanlah sholat dan tunaikan zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 43).

Selain itu Sabda Rasulullah menyebutkan  “Pokok segala urusan adalah Islam, yang tiangnya adalah sholat dan atapnya adalah jihad” ( HR –Tirmidzi)

Lebih jauh Sang Ustazd menerangkan, sholat adalah tiang dari Islam, maka orang yang mendirikan sholat, tentu berbeda dengan orang yang mengerjakan sholat. Orang yang sekadar mengerjakan sholat, ibarat orang yang membuat tiang bangunan, lantas ia kebingungan mau diapakan tiang tersebut, tiang tersebut tidak berarti apa-apa bagi dia, lalu diletakkan begitu saja. Bila mau difungsikan sebagai tiang, ia harus ditancapkan atau didirikan. Jika tidak tegak ditancapkan maka bukanlah tiang namanya. Namun ia tidak tahu akan ditancapkan kemana tiang tersebut, karena ia belum memiliki pondasi.

“Gambaran seperti itu adalah orang yang tidak memperoleh manfaat apa-apa dari sholatnya, kecuali sekadar rutinitas kewajiban ritual sehari-hari.”  Ujar sang Ustaz. Sholatnya tidak membawa dampak apa-apa bagi perilaku kehidupannya, tambah sang Ustaz.

Oleh karenanya, kata sang Ustaz,  ia tetap bingung “apa sih manfaat sholat ?” Dia tetap diselimuti pertanyaan “Apa sih pengaruh sholat terhadap kehidupan sehari-hari ?” Orang seperti ini mengerjakan sholatnya hanya untuk memenuhi kewajiban atau terbebas dari dosa, ibarat orang yang menyetorkan pajak. Sehingga tidak perlu heran jika kita jumpai orang yang rajin sholat, tapi masih suka melakukan maksiat atau perbuatan sis-sia, melakukan penipuan, korupsi dan lain-lain, ungkap sang Ustazd.

Sedangkan orang yang mendirikan sholat, sambung Ustazd, ibaratnya orang tersebut tidak hanya selesai membuat sebuah tiang, namun selanjutnya, ia memfungsikan tiang tersebut benar-benar sebagai penopang. Untuk itu ia harus menancapkan tiang itu di atas sesuatu. Dan tiang tersebut harus ditancapkan di atas pondasi yang kokoh, dimana pondasinya dalam hal ini adalah pondasi Islam, yaitu aqidah. Orang seperti ini, memperoleh manfaat yang besar dari sholatnya, karena sholatnya tersebut berdampak pada perilakunya sehari-hari, seperti digambarkan oleh ayat berikut ini :

“Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar…” (Q.S. Al-Ankabuut : 45).

-Pedoman Ummat-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *