Kantor ‘Bulao’

BOGOR. Jurnalaksara.com, Bagi warga Bogor yang lahir setelah tahun 1980-an, mungkin judul tersebut terasa asing dan aneh. Padahal judul itu memang begitu adanya. Merujuk pada kebiasaan warga Bogor lama yang menyebut museum zoologi sebagai Kantor Bulao. Kendatipun itu bukan nama resmi. Kata ‘bulao’  bisa jadi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Blauw” yang berarti biru. Gedung antik peninggalan Belanda tersebut sampai  sekarang cat temboknya  selalu berwarna biru atau blauw.

Museum ini awalnya hanya sebuah laboratoriun zoologi. Namanya Landbouw Zoologisch Laboratorium. Digagas dan didirikan pada tahun 1894 oleh ahli botani berkebangsaan Jerman, J.C. Koningsberger.  Ketika itu laboratorium tersebut hanya ruangan kecil dan sederhana. Fungsi utamanya sebatas hanya sebagai laboratorium penelitian hewan pengganggu tanaman pertanian. Termasuk tanaman yang ada di S’Lands Plantentuin  atau Kebun Raya Bogor. Barulah pada tahun 1901, didirikan gedung baru yang digunakan sebagai ruang koleksi, ruang kerja, ruang pameran dan laboratorium.

Seiring perkembangan zaman, museum tersebut berganti-ganti nama disesuaikan dengan fungsinya. Nama pertamanya, Landbouw Zoologisch Laboratorium (1894).  Hanya dalam dua tahun (1896) kemudian  berubah nama menjadi Landbouw Zoologisch Museum. Berganti-ganti kemudian menjadi  Zoologisch Museum and Werkplaats (1906-1909), Zoologisch Museum and Laboratoriun (1910-1942), Dobutsu Hakubutsukan (1942-1945), Zoologisch Museum and Laboratorium (1946-1947), Museum Zoologicum Bogoriense (1947-1954), Lembaga Museum Zoologicum Bogoriense (1955-1962), Museum Zoologicum Bogoriense (1962-1986), Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi (1987-2000).

Sejak tahun 2000 sampai sekarang, museum ini dikelola Pusat Penelitian Biologi LIPI untuk Bidang Zoologi. Museum memiliki luas bangunan 756,90 m² dan berdiri di atas lahan seluas 1.500 m². Berada di samping gedung Balai Besar Industri Agro di lingkar kawasan Kebun Raya Bogor, Jalan Ir. Djuanda nomor 10 Bogor.

Di dalamnya terdapat sejumlah ruang untuk memajang berbagai koleksi binatang yang diawetkan. Mulai dari jenis mamalia, ikan, burung, reptil dan amfibi, moluska, serangga, dan invertebrata lainnya. Koleksi yang dipajang meliputi 3,5 % dari jumlah jenis fauna yang terdapat di Indonesia, dan hanya 0,05% dari contoh binatang (spesimen) yang ada. Dari semua koleksi tersebut, kerangka paus biru (skeleton of blue whale) merupakan primadonanya.

Paus tersebut ditemukan mati terdampar di pantai Pameungpeuk, Priangan Selatan pada bulan Desember 1916. Paus biru (Balaenoptera Musculus Linnaeus) ini merupakan binatang terbesar yang pernah hidup di dunia. Panjangnya 27,25 meter dan beratnya 119.000 kilogram. Koleksi langka lain yang jarang dimiliki museum sejenis adalah kepiting raksasa Jepang (Macrocheira Kaempferi De Haan) yang diawetkan.*** (Sam Tanara/dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *